29.7 C
Tuban
Sunday, May 19, 2024
spot_img

Menakar Visi Tuban 2045 dan Persiapan yang Harus Dilakukan

MUSYAWARAH Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Kabupaten Tuban 2024 telah menghasilkan visi pembangunan Tuban 20 tahun ke depan: Tuban Pusat Pangan Nasional dan Industri yang Kolaboratif, Inovatif, Maju, Sejahtera, dan Berkelanjutan.

Penjabaran visi Tuban 2045 ini menjadi tantangan tersendiri, mengingat adanya ambisi untuk menjadi pusat pangan nasional dan industri yang sejalan.

Visi tersebut telah diturunkan menjadi beberapa sasaran pembangunan, diantaranya, peningkatan pendapatan per kapita, peningkatan produktivitas dan daya saing sumber daya manusia (SDM), serta pengentasan kemiskinan dan ketimpangan.

Peningkatan pendapatan per kapita ditandai  dengan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan nilai produk domestik regional bruto (PDRB) secara berkelanjutan.

Untuk mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi, biasanya dilakukan dengan membuka keran investasi dan kemudahan perizinan yang mendorong pertumbuhan di sektor padat karya, seperti industri kecil dan menengah, perdagangan, dan jasa.

Kebijakan yang demikian akan menekan pertumbuhan di sektor pertanian, karena adanya alih fungsi lahan dan tenaga kerja pertanian menjadi industri, niaga, dan perumahan.

Produktivitas dan daya saing SDM ditandai dengan peningkatan nilai indeks pembangunan manusia (IPM), yang dicerminkan melalui peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan, dan daya beli masyarakat.

Dari nilai IPM 71,4 pada 2023 diharapkan naik menjadi 81,5 pada 2045.

Kenyataannya, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tidak berminat untuk menjadi petani.

Kota Malang dan Surabaya yang memiliki IPM tinggi merupakan kota industri, niaga, dan jasa. Bukan lumbung pangan seperti Tuban.

Untuk mengejar sasaran berikutnya, pengentasan kemiskinan dan ketimpangan, dilakukan dengan penyaluran bantuan sosial (bansos) dan modal usaha secara masif.

Pada 2023, Tuban berhasil menekan ketimpangan yang ditandai dengan penurunan indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan, angka kemiskinan ekstrem, serta nilai gini ratio secara signifikan.

Baca Juga :  Perempuan dalam Bayangan Perkara dan Juru Warta

Tingkat kemiskinan Tuban pada Maret 2023 masih tinggi, yaitu 14,91 persen, dengan tingkat kemiskinan di perdesaan yang lebih tinggi dari pada perkotaan.

Secara nasional, sekitar dua per tiga (64,01 persen) penduduk miskin berpendidikan SD ke bawah dan separuhnya (48,86 persen) bekerja di sektor pertanian.

Dengan demikian, untuk mengentaskan kemiskinan secara jangka panjang, diperlukan program kebijakan yang lebih berpihak pada masyarakat pertanian di perdesaan yang berpendidikan rendah. Hal ini sejalan dengan semangat Tuban menjadi pusat pangan nasional.

Turunnya Minat Menjadi Petani
Hasil Sensus Pertanian 2023 menunjukkan peningkatan jumlah rumah tangga usaha pertanian (RTUP) di Tuban dalam sepuluh terakhir, yaitu dari 200 ribu pada 2013 menjadi 226,6 ribu rumah tangga di 2023.

Di sisi lain, terjadi penurunan jumlah usaha pertanian perorangan (UTP), yaitu dari 276,5 ribu pada 2013 menjadi 230,1 ribu pada 2023.

Dengan kata lain, Tuban kehilangan 46 ribu petani dalam sepuluh tahun terakhir.
Sebanyak 196,5 ribu di antara UTP tersebut adalah petani pengguna lahan yang sebagian besar di antaranya adalah petani gurem.

Sebanyak 117,5 ribu atau 59,8 persen petani mengusahakan lahan kurang dari setengah hektare.

Misalnya, sepuluh tahun yang lalu, terdapat satu atau dua orang petani dalam satu rumah tangga, yaitu kepala keluarga dengan istrinya atau dengan anaknya.

Dalam perjalanan waktu, sang anak telah berkeluarga dan membentuk rumah tangga sendiri. Ada yang diwarisi lahan pertanian dan menjadi petani generasi berikutnya, ada pula yang beralih pekerjaan ke sektor lainnya.

Baca Juga :  Indonesia Baik-Baik Saja (?)

Akibatnya, jumlah RTUP meningkat dan UTP menurun.

Mereka yang mewarisi lahan pertanian orang tuanya, mengalami penurunan luas lahan akibat berbagi warisan dengan sanak saudara lainnya.

Inilah yang menyebabkan tingginya jumlah petani gurem di Tuban.

Petani Tuban didominasi oleh usia tua. Hampir separuh (44,3 persen) petani berusia 55 tahun ke atas. Hanya sedikit (8,54 persen) yang berusia kurang dari 35 tahun. Ini adalah fenomena menarik.

Akan seperti apa potret pertanian Tuban dalam 20 tahun yang akan datang, saat Tuban menjadi pusat pangan nasional?

Betul, saat ini, produksi jagung Tuban nomor satu di Jawa Timur dan produksi padi berada di posisi lima besar. Akan tetapi, itu saja belum cukup, diperlukan program kebijakan yang berpihak pada kesejahteraan petani secara jangka panjang.

Pertama, regenerasi petani. Pertanian harus menjadi sektor yang diminati oleh generasi muda. Buka kerja sama untuk menyelenggarakan pendidikan vokasional pertanian, baik di tingkat sekolah menengah maupun pendidikan tinggi.

Siapkan lahan bagi petani baru tersebut untuk mengimplementasikan ilmunya.

Kedua, inovasi teknologi pertanian. Petani muda dekat dengan teknologi dan lebih siap dengan inovasi. Buktikan bahwa inovasi teknologi akan berdampak positif pada peningkatan produksi pertanian.

Ketiga, kesejahteraan petani. Babat habis mafia pupuk, berikan kemudahan distribusi dan penjualan hasil-hasil pertanian. Siapkan juga asuransi untuk petani sebagai jaminan penghasilannya di saat terjadi gagal panen.

Dengan begitu, visi Tuban pusat pangan nasional akan sejalan dengan sasaran peningkatan pendapatan per kapita, peningkatan produktivitas dan daya saing SDM, serta pengentasan kemiskinan dan ketimpangan. Semoga. (*)

MUSYAWARAH Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Kabupaten Tuban 2024 telah menghasilkan visi pembangunan Tuban 20 tahun ke depan: Tuban Pusat Pangan Nasional dan Industri yang Kolaboratif, Inovatif, Maju, Sejahtera, dan Berkelanjutan.

Penjabaran visi Tuban 2045 ini menjadi tantangan tersendiri, mengingat adanya ambisi untuk menjadi pusat pangan nasional dan industri yang sejalan.

Visi tersebut telah diturunkan menjadi beberapa sasaran pembangunan, diantaranya, peningkatan pendapatan per kapita, peningkatan produktivitas dan daya saing sumber daya manusia (SDM), serta pengentasan kemiskinan dan ketimpangan.

Peningkatan pendapatan per kapita ditandai  dengan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan nilai produk domestik regional bruto (PDRB) secara berkelanjutan.

Untuk mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi, biasanya dilakukan dengan membuka keran investasi dan kemudahan perizinan yang mendorong pertumbuhan di sektor padat karya, seperti industri kecil dan menengah, perdagangan, dan jasa.

- Advertisement -

Kebijakan yang demikian akan menekan pertumbuhan di sektor pertanian, karena adanya alih fungsi lahan dan tenaga kerja pertanian menjadi industri, niaga, dan perumahan.

Produktivitas dan daya saing SDM ditandai dengan peningkatan nilai indeks pembangunan manusia (IPM), yang dicerminkan melalui peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan, dan daya beli masyarakat.

Dari nilai IPM 71,4 pada 2023 diharapkan naik menjadi 81,5 pada 2045.

Kenyataannya, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tidak berminat untuk menjadi petani.

Kota Malang dan Surabaya yang memiliki IPM tinggi merupakan kota industri, niaga, dan jasa. Bukan lumbung pangan seperti Tuban.

Untuk mengejar sasaran berikutnya, pengentasan kemiskinan dan ketimpangan, dilakukan dengan penyaluran bantuan sosial (bansos) dan modal usaha secara masif.

Pada 2023, Tuban berhasil menekan ketimpangan yang ditandai dengan penurunan indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan, angka kemiskinan ekstrem, serta nilai gini ratio secara signifikan.

Baca Juga :  Pemilu, Kekuasaan, dan Gambaran Roda Kehidupan

Tingkat kemiskinan Tuban pada Maret 2023 masih tinggi, yaitu 14,91 persen, dengan tingkat kemiskinan di perdesaan yang lebih tinggi dari pada perkotaan.

Secara nasional, sekitar dua per tiga (64,01 persen) penduduk miskin berpendidikan SD ke bawah dan separuhnya (48,86 persen) bekerja di sektor pertanian.

Dengan demikian, untuk mengentaskan kemiskinan secara jangka panjang, diperlukan program kebijakan yang lebih berpihak pada masyarakat pertanian di perdesaan yang berpendidikan rendah. Hal ini sejalan dengan semangat Tuban menjadi pusat pangan nasional.

Turunnya Minat Menjadi Petani
Hasil Sensus Pertanian 2023 menunjukkan peningkatan jumlah rumah tangga usaha pertanian (RTUP) di Tuban dalam sepuluh terakhir, yaitu dari 200 ribu pada 2013 menjadi 226,6 ribu rumah tangga di 2023.

Di sisi lain, terjadi penurunan jumlah usaha pertanian perorangan (UTP), yaitu dari 276,5 ribu pada 2013 menjadi 230,1 ribu pada 2023.

Dengan kata lain, Tuban kehilangan 46 ribu petani dalam sepuluh tahun terakhir.
Sebanyak 196,5 ribu di antara UTP tersebut adalah petani pengguna lahan yang sebagian besar di antaranya adalah petani gurem.

Sebanyak 117,5 ribu atau 59,8 persen petani mengusahakan lahan kurang dari setengah hektare.

Misalnya, sepuluh tahun yang lalu, terdapat satu atau dua orang petani dalam satu rumah tangga, yaitu kepala keluarga dengan istrinya atau dengan anaknya.

Dalam perjalanan waktu, sang anak telah berkeluarga dan membentuk rumah tangga sendiri. Ada yang diwarisi lahan pertanian dan menjadi petani generasi berikutnya, ada pula yang beralih pekerjaan ke sektor lainnya.

Baca Juga :  Guruku Digondol Genderuwo

Akibatnya, jumlah RTUP meningkat dan UTP menurun.

Mereka yang mewarisi lahan pertanian orang tuanya, mengalami penurunan luas lahan akibat berbagi warisan dengan sanak saudara lainnya.

Inilah yang menyebabkan tingginya jumlah petani gurem di Tuban.

Petani Tuban didominasi oleh usia tua. Hampir separuh (44,3 persen) petani berusia 55 tahun ke atas. Hanya sedikit (8,54 persen) yang berusia kurang dari 35 tahun. Ini adalah fenomena menarik.

Akan seperti apa potret pertanian Tuban dalam 20 tahun yang akan datang, saat Tuban menjadi pusat pangan nasional?

Betul, saat ini, produksi jagung Tuban nomor satu di Jawa Timur dan produksi padi berada di posisi lima besar. Akan tetapi, itu saja belum cukup, diperlukan program kebijakan yang berpihak pada kesejahteraan petani secara jangka panjang.

Pertama, regenerasi petani. Pertanian harus menjadi sektor yang diminati oleh generasi muda. Buka kerja sama untuk menyelenggarakan pendidikan vokasional pertanian, baik di tingkat sekolah menengah maupun pendidikan tinggi.

Siapkan lahan bagi petani baru tersebut untuk mengimplementasikan ilmunya.

Kedua, inovasi teknologi pertanian. Petani muda dekat dengan teknologi dan lebih siap dengan inovasi. Buktikan bahwa inovasi teknologi akan berdampak positif pada peningkatan produksi pertanian.

Ketiga, kesejahteraan petani. Babat habis mafia pupuk, berikan kemudahan distribusi dan penjualan hasil-hasil pertanian. Siapkan juga asuransi untuk petani sebagai jaminan penghasilannya di saat terjadi gagal panen.

Dengan begitu, visi Tuban pusat pangan nasional akan sejalan dengan sasaran peningkatan pendapatan per kapita, peningkatan produktivitas dan daya saing SDM, serta pengentasan kemiskinan dan ketimpangan. Semoga. (*)

Untuk mendapatkan berita-berita terkini Jawa Pos Radar Tuban Korane Wong Tuban

Ikuti Kami:
Telegram: t.me/radartuban
MSN: tinyurl.com/yw4tx2rx
spot_img
spot_img

Artikel Terkait

Islam dalam Dialektika Kebudayaan

Keunggulan Sekolah Kejuruan

Demokrasi, tapi Tercekik

Hak Ingkar

spot_img

Terpopuler

spot_img

Artikel Terbaru

spot_img
spot_img
spot_img